Pada
waktu pemerintahan raja Marakata di Bali datanglah Mpu Kuturan dari Jawa Timur,
beliaulah yang mengajarkan membuat Parhyangan atau Kahyangan dana membawa cara
tempat pemujaan seperti yang ada di Jawa Timur. Hal ini disebutkan dalam lontar
Usana Dewa. Pada awal kedatangannya di Bali, Mpu Kuturan melihat suatu
kenyataan bahwa agama Hindu yang ada pada masa itu terdiri dari sembilan sekta,
yaitu Siwa Siddhanta, pasupata, Bhairawa, Waisnawa, Bodha (sagata), Brahmana,
Resi, Sora (Surya) dan Ganapatya.
Adapun
ciri-ciri umum dari kesembilan sekta yang ada dalam agama Hindu itu adalah
sebagai berikut : ciri-ciri umum tentang adanya sekta Siwa Siddhanta di Bali,
adalah adanya karya sastra pustaka keagamaan seperti : Bhuanakosa, Wrhaspati
Tattwa, Sanghyang Mahajnana, Catur Yuga dan Widgisastra yang semua ini
mengambil ajaran dari Siwa Siddhanta. Demikianpula dengan Mudra dan Kuta Mantra
yang dipergunakan oleh para peendeta Siwa di Bali dalam melaksanakan
pujaparikrama adalah bersumber pada ajaran Siwa Siddhanta. Selain itu adanya
fragmen prasasti pejeng yang berbunyi ....Siwas...dha....yang diduga berbunyi
Siwa Siddhanta. Semua data-data ini membuktikan telah berkembangnya ajaran
Siwasiddhanta di Bali.
Mengenai
bukti pernah berkembangnya sekta Pasupata di Bali, adalah dengan adanya
pemujaan Lingga di beberapa pura yang tergolong kuna. Jumlah lingganya cukup
banyak, ada yang dibuat berlandaskan konsepsi yang sempurna dan ada pula yang
dibuat deengan sangat sederhana, sehingga merupakan Lingga semua. Pemujaan
Lingga sebagai lambang Dewa Siwa adalah merupakan ciri-ciri khas sekta
Pasupata.
Demikianpula
dengan sekta Bhairawa juga pernah berkembang di Bali. Adapun bukti
perkembangannya adalah adanya pemujaan Siwa dalam wujudnya yang sangat hebat
dan mengerikan yang disebut dengan nama
Dhurga. Sekta Bhairawa sering pula disebut dengan nama Tantrisme kiri Wamaskta.
Istilah lain yang sering dipergunakan untuk menyebutkan Tantrisme kiri adalah
Prawrti marga sebutan untuk membedakan dengan Tantrisme kanan yang disebut
Niwerti marga. Pemujaan Durgha di Bali juga dapat dilihat pada mantra
Durgastawa, yang juga digunakan oleh para pendeta di Bali.
Adanya
sekte Waisnawa di Bali dengan jelas diberikan petunjuk dalam konsepsi agama
Hindu mengenai pemujaan terhadap Dewi Sri. Pemujaan terhadap Dewi Sri demikian
besarnya di Bali, karena Dewi ini dipandang sebagai Dewi pemberi rejeki,
pemberi kesejahteraan, kemakmuran, dan pemberi kebahagiaan. Dikalangan para
petani di Bali, Dewi Sri dipandang sebagai dewanya pada yang merupakan
keperluan hidup yang utama. Demikian pula adanya cerita-cerita mengenai Awatara
Wisnu ke dunia untuk menyelamatkan dunia dari kehancuran akibat dominasi
adharma, sangat populer di Bali. Semua data-data ini membuktikan ada dan
berkembangnya sekte Waisnawa di Bali.
Demikian
pula adanya sekta Bodha atau Sogatha di Bali dibuktikan dengan adanya penemuan
mantra Buddha tipe Ye te mantra dalam materai yang terbuat dari tanah liat dan
tersimpan dalamstupika. Stupika seperti ini banyak di dapati di daerah Pejeng,
kabupaten Gianyar. Menurut peneliti para ahli purbakala, mantra Buddha Mahayana
diperkirakan sudah ada di Bali pada abad ke 9 masehi. Adanya arca Boddhisatwa
di pura Genurua Bedahulu, arca Buddha di Gua Gajah, arca Boddhisatwa Padmapatni
di pura Galang Sanja Pejeng dan di tempat lainnya lagi, sudah cukup memberikan
bukti adanya sekta Buddha di Bali pada jaman yang silam. Disamping itu dalam
beberapa prasasti Bali Kuna, banyak dijumpai keterangan tentang adanya Bhisu
atau pendeta Buddha di Bali yang memakai gelar Dang Upadhyaya.
Adanya
sekta Brahmana yang menurut penelitian para ahli purbakala seluruhnya telah
luluh dengan sekta Siwa Siddhanta. Di India sekta Brahmana disebut dengan nama
Smarta, tetapi sebutan ini tidak dikenal di Bali. Adanya kitab-kitab Sasana
Adigama, Purwadigama, Kutara, Manawa yang bersumberkan Manawadharmasastra
merupakan produk dari sekta Brahmana.
Mengenai
sekta Rsi, disebutkan kelompok ini senang melaksanakan pertapaan di
tempat-tempat yang dipandang suci seperti di gunung-gunung, di goa-goa dan
sebagainya. Terhadap sekta ini DR. R. Goris memberi suatu uraian dengan
menunjukkan suatu kenyataan bahwa di Bali Rsi adalah seorang Dwijati yang bukan
berasal dari wamsa Brahmana. Beliau menghubungkan istilah Rsi di Bali untuk
seorang Dwijati dari wamsa Ksatria, dengan sebutan Dewarsi atau Rajarsi.
Keberadaan
sekta Sora di Bali dibuktikan dengan adanya pemujaan terhadap Dewa Surya
sebagai dewa yang utama. Sistem pemujaan Dewa Matahari yang disebut Suryasewana
dilakukan pada waktu matahari terbit dan matahari terbenam adalah ciri penganut
sekta Sora. Selain itu yang lebih jelas lagi adalah setiap upacara agama di
Bali selalu dilakukan pemujaan terhadap dewa Surya sebagai dewa yang memberikan
suatu perasaksianbahwa seseorang telah melakukan yadnya.
Sekta
Ganapatya adalah kelompok pemuja Dewa Ganesa , yang keberadaannya terbukti
dengan banyaknya didapatkan arca Ganesa, baik dalam wujud besar maupun kecil.
Arca Ganesa itu ada yang terbuat dari batu padas dan ada pula yang terbuat dari
logam yang tersimpan di Bali. Fungsi arca Ganesa adalah sebagai Wignagna yaitu
penghalang segala gangguan. Sehubungan dengan itu pada umumnya arca Ganesa
diletakkan pada tempat-tempat yang dianggap berbahaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar