Jumat, 23 Maret 2012

Penjelasan Singkat sekta-sekta di Bali


Pada waktu pemerintahan raja Marakata di Bali datanglah Mpu Kuturan dari Jawa Timur, beliaulah yang mengajarkan membuat Parhyangan atau Kahyangan dana membawa cara tempat pemujaan seperti yang ada di Jawa Timur. Hal ini disebutkan dalam lontar Usana Dewa. Pada awal kedatangannya di Bali, Mpu Kuturan melihat suatu kenyataan bahwa agama Hindu yang ada pada masa itu terdiri dari sembilan sekta, yaitu Siwa Siddhanta, pasupata, Bhairawa, Waisnawa, Bodha (sagata), Brahmana, Resi, Sora (Surya) dan Ganapatya.
Adapun ciri-ciri umum dari kesembilan sekta yang ada dalam agama Hindu itu adalah sebagai berikut : ciri-ciri umum tentang adanya sekta Siwa Siddhanta di Bali, adalah adanya karya sastra pustaka keagamaan seperti : Bhuanakosa, Wrhaspati Tattwa, Sanghyang Mahajnana, Catur Yuga dan Widgisastra yang semua ini mengambil ajaran dari Siwa Siddhanta. Demikianpula dengan Mudra dan Kuta Mantra yang dipergunakan oleh para peendeta Siwa di Bali dalam melaksanakan pujaparikrama adalah bersumber pada ajaran Siwa Siddhanta. Selain itu adanya fragmen prasasti pejeng yang berbunyi ....Siwas...dha....yang diduga berbunyi Siwa Siddhanta. Semua data-data ini membuktikan telah berkembangnya ajaran Siwasiddhanta di Bali.
Mengenai bukti pernah berkembangnya sekta Pasupata di Bali, adalah dengan adanya pemujaan Lingga di beberapa pura yang tergolong kuna. Jumlah lingganya cukup banyak, ada yang dibuat berlandaskan konsepsi yang sempurna dan ada pula yang dibuat deengan sangat sederhana, sehingga merupakan Lingga semua. Pemujaan Lingga sebagai lambang Dewa Siwa adalah merupakan ciri-ciri khas sekta Pasupata.
Demikianpula dengan sekta Bhairawa juga pernah berkembang di Bali. Adapun bukti perkembangannya adalah adanya pemujaan Siwa dalam wujudnya yang sangat hebat dan mengerikan  yang disebut dengan nama Dhurga. Sekta Bhairawa sering pula disebut dengan nama Tantrisme kiri Wamaskta. Istilah lain yang sering dipergunakan untuk menyebutkan Tantrisme kiri adalah Prawrti marga sebutan untuk membedakan dengan Tantrisme kanan yang disebut Niwerti marga. Pemujaan Durgha di Bali juga dapat dilihat pada mantra Durgastawa, yang juga digunakan oleh para pendeta di Bali.
Adanya sekte Waisnawa di Bali dengan jelas diberikan petunjuk dalam konsepsi agama Hindu mengenai pemujaan terhadap Dewi Sri. Pemujaan terhadap Dewi Sri demikian besarnya di Bali, karena Dewi ini dipandang sebagai Dewi pemberi rejeki, pemberi kesejahteraan, kemakmuran, dan pemberi kebahagiaan. Dikalangan para petani di Bali, Dewi Sri dipandang sebagai dewanya pada yang merupakan keperluan hidup yang utama. Demikian pula adanya cerita-cerita mengenai Awatara Wisnu ke dunia untuk menyelamatkan dunia dari kehancuran akibat dominasi adharma, sangat populer di Bali. Semua data-data ini membuktikan ada dan berkembangnya sekte Waisnawa di Bali.
Demikian pula adanya sekta Bodha atau Sogatha di Bali dibuktikan dengan adanya penemuan mantra Buddha tipe Ye te mantra dalam materai yang terbuat dari tanah liat dan tersimpan dalamstupika. Stupika seperti ini banyak di dapati di daerah Pejeng, kabupaten Gianyar. Menurut peneliti para ahli purbakala, mantra Buddha Mahayana diperkirakan sudah ada di Bali pada abad ke 9 masehi. Adanya arca Boddhisatwa di pura Genurua Bedahulu, arca Buddha di Gua Gajah, arca Boddhisatwa Padmapatni di pura Galang Sanja Pejeng dan di tempat lainnya lagi, sudah cukup memberikan bukti adanya sekta Buddha di Bali pada jaman yang silam. Disamping itu dalam beberapa prasasti Bali Kuna, banyak dijumpai keterangan tentang adanya Bhisu atau pendeta Buddha di Bali yang memakai gelar Dang Upadhyaya.
Adanya sekta Brahmana yang menurut penelitian para ahli purbakala seluruhnya telah luluh dengan sekta Siwa Siddhanta. Di India sekta Brahmana disebut dengan nama Smarta, tetapi sebutan ini tidak dikenal di Bali. Adanya kitab-kitab Sasana Adigama, Purwadigama, Kutara, Manawa yang bersumberkan Manawadharmasastra merupakan produk dari sekta Brahmana.
Mengenai sekta Rsi, disebutkan kelompok ini senang melaksanakan pertapaan di tempat-tempat yang dipandang suci seperti di gunung-gunung, di goa-goa dan sebagainya. Terhadap sekta ini DR. R. Goris memberi suatu uraian dengan menunjukkan suatu kenyataan bahwa di Bali Rsi adalah seorang Dwijati yang bukan berasal dari wamsa Brahmana. Beliau menghubungkan istilah Rsi di Bali untuk seorang Dwijati dari wamsa Ksatria, dengan sebutan Dewarsi atau Rajarsi.
Keberadaan sekta Sora di Bali dibuktikan dengan adanya pemujaan terhadap Dewa Surya sebagai dewa yang utama. Sistem pemujaan Dewa Matahari yang disebut Suryasewana dilakukan pada waktu matahari terbit dan matahari terbenam adalah ciri penganut sekta Sora. Selain itu yang lebih jelas lagi adalah setiap upacara agama di Bali selalu dilakukan pemujaan terhadap dewa Surya sebagai dewa yang memberikan suatu perasaksianbahwa seseorang telah melakukan yadnya.
Sekta Ganapatya adalah kelompok pemuja Dewa Ganesa , yang keberadaannya terbukti dengan banyaknya didapatkan arca Ganesa, baik dalam wujud besar maupun kecil. Arca Ganesa itu ada yang terbuat dari batu padas dan ada pula yang terbuat dari logam yang tersimpan di Bali. Fungsi arca Ganesa adalah sebagai Wignagna yaitu penghalang segala gangguan. Sehubungan dengan itu pada umumnya arca Ganesa diletakkan pada tempat-tempat yang dianggap berbahaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar